I.
PENGERTIAN
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah
Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Wakalah itu berarti
perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhamah),
atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan
kuasa atau mewakilkan. Adapula
pengertian-pengertian lain dari Wakalah yaitu:
- Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
- Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
II. PANDANGAN ULAMA
Wakalah memiliki beberapa makna yang cukup
berbeda menurut beberapa ulama. Berikut adalah pandangan dari para ulama:
- Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf).
- Menurut Sayyid Sabiq, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
- Ulama Malikiyah, Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
- Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa Wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
III. DASAR HUKUM WAKALAH
Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu
tindakan tertentu kepada orang lain dimana orang lain itu bertindak atas nama
pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh
didelegasikan oleh agama. Dalil yang dipakai untuk menunjukkan kebolehan itu,
antara lain :
- Al-Qur’an:
وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ ۚ قَالَ قَائِلٌ
مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ
قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ
بِوَرِقِكُمْ هَٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ
طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا
يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
QS Al-Kahfi (18:19). dan Demikianlah
Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri.
berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”.
berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu
berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke
kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan
yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah
ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada
seorangpun.
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ
مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي
اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا
الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
QS Al-Baqarah (2:283). jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[1]
(oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para
saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ
وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ
بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
QS An-Nisaa
(4:35). dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam[2] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَىٰ خَزَائِنِ الْأَرْضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
QS Yusuf
(12:55). berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) [3];
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.
- Al-Hadits:
Banyak
hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
1.
“Bahwasanya Rasulullah
mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini
Maimunah binti Al Harits”. HR. Malik dalam al-Muwaththa’)
2.
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Dalam kehidupan
sehari-hari, Rosulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai
urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan
membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.
- Ijma’:
Para ulama pun
bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya Wakalah. Mereka bahkan ada
yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis
ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong
diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah.
Allah
berfirman:
QS Al-Maa-idah (5:2). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Dan Rasulullah
pun bersabda “Dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya”.
IV. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT DALAM WAKALAH
Menurut kelompok Hanafiah, rukun Wakalah itu hanya
ijab qabul. Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang
memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan pendelegasian itu dari pihak yang
diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu.
Akan tetapi, jumhur ulama tidak sependirian dengan pandangan tersebut. Mereka
berpendirian bahwa rukun dan syarat Wakalah itu adalah sebagai berikut:
- Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
i.
Seseoarang yang
mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada
bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika
mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
ii.
Pemberi kuasa
mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya
pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang
pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh
seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz
tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara
mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seorang anak
yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat
baginya.
- Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
i.
Penerima kuasa
pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad
wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng
diwakilkan.
ii.
Seseorang yang
menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang
diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin
sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya,
- Obyek yang diwakilkan.
i.
Obyek mestilah
sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian
upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan
kuasa.
ii.
Para ulama
berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah
badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah
maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal
yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
iii.
Tidak semua hal
dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun
tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam.
- Shighat
i.
Dirumuskannya
suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan
memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya
akad wakalah ini.
ii.
Isi dari
perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa
iii.
Tugas penerima
kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa
melakukan sesuatu tindakan tertentu.
V. FATWA MUI WAKALAH
Seiring
dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu aturan
hukum turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad
yang sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia.
Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan fatwa NO: 10/DSN-MUI/IV/2000.
Fatwa
ini ditetapkan pada saat Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional (8 Muharram 1421
H./13 April 2000) yang menetapkan:
- Ketentuan Wakalah.
- Rukun dan Syarat Wakalah
- Aturan terjadinya perselisihan
VI. APLIKASI WAKALAH DALAM INSTITUSI KEUANGAN
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai
bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
- Transfer uang
Proses transfer
uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana
prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil
terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain,
kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke
rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah
dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam
transfer uang ini
i.
Wesel Pos
Pada proses
wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil,
dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang
dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
i.
Transfer uang
melalui cabang suatu bank
Dalam proses
ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang
merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung
kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah
yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang
sebuah bank.
i.
Transfer
melalui ATM
Kemudian ada
juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak
secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil.
Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet
rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening
nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat
sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa
melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM. Berikut adalah proses
pentransferan uang untuk model ini:
- Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk
transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah
Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor:
34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana
nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee.
Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang
terjadi.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dengan ketentuan:
1.
Importir harus
memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2.
Importir dan
Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen
transaksi impor.
3.
Besar ujrah harus
disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
prosentase.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1.
Importir tidak
memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2.
Importir dan
Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen
transaksi impor.
3.
Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
prosentase.
Bank memberikan
dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang
impor.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
1.
Nasabah
melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan
dokumen dan pembayaran.
2.
Bank dan
importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul
mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:
1.
Importir tidak
memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2.
Importir dan
Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi
impor.
3.
Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
presentase.
Hutang kepada
eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank
membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
- Letter Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of
Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini
memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada
eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam
akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dengan ketentuan:
1.
Bank melakukan
pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2.
Bank melakukan
penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya
dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam presentase.
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1.
Bank melakukan
pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (issuing bank).
3.
Bank memberikan
dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang
ekspor.
4.
Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
presentase.
5.
Pembayaran ujrah
dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah
bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
i.
Akad Wakalah
bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
1.
Bank memberikan
kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang
ekspor yang dipesan oleh importir.
2.
Bank melakukan
pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (issuing bank).
4. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
5. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank)
dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah,
dan pembayaran bagi hasil.
6. Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
presentase.
- Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk
transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001.
Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa
kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana
dari pemilik modal.
- Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Akad untuk
transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad Wakalah.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah
ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk
melakukan transaksi yang diperlukan.
- Asuransi Syariah
Akad untuk
Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah
bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa
kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam
non-tabungan.
Dalam model
ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai
Al-Muwakil.
VII. BERAKHIRNYA WAKALAH
Yang menyebabkan Wakalah menjadi batal atau
berakhir adalah:
- Bila salah satu pihak yang berakad Wakalah itu gila.
- Bila maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan.
- Diputuskannya Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
- Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau sesuatu obyek yang dikuasakan.
VIII.
KESIMPULAN
Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam
kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah
Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat diterima. Pengertian Wakalah adalah:
- Perlindungan (al-hifzh)
- Pencukupan (al-kifayah)
- Tanggungan (al-dhamah)
- Pendelegasian (al-tafwidh)
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus
dipenuhi agar akad ini menjadi sah:
- Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
i.
Pemberi kuasa
memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya.
ii.
Pemberi kuasa
itu sudah cakap bertindak atau mukallaf.
- Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
i.
Penerima kuasa
perlu cakap hukum.
ii.
Penerima kuasa
mampu menjalankan amanah
- Obyek yang diwakilkan.
i.
Boleh
menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat,
sedekah, dan sejenisnya.
ii.
Obyek yang akan
diwakilkan tidak boleh melanggar Syari’ah Islam.
- Shighat
i.
Perjanjian
antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa.
ii.
Isi berupa
pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa
iii.
Tugas penerima
kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa
melakukan sesuatu tindakan tertentu.
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi
Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan
Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini
akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Wakalah,
yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di
Indonesia.
IX. DAFTAR
PUSTAKA
Azhim, Abdul. Al-Wajiz
Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz
Abdul Jalil,
Ma’ruf. Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah
Dewan Syariah
Nasional, Fatwa tentang Hawalah, No.12 /DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama
Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, No.34 /DSN-MUI/IX/2002,
Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, No.35 /DSN-MUI/IX/2002,
Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah No.20/DSN-MUI/IV/2001,
Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Pembiayaan Rekening Koran Syariah No.30 /DSN/VI/2002, Majelis Ulama
Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, Fatwa
tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah No.52/DSN-MUI/III/2006,
Majelis Ulama Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar