Minggu, 10 Mei 2015

Konsumsi dalam pandangan ekonomi islam

Latar belakang
Konsumsi pada hakikatnya adalah
mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun memiliki
efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipekedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan semata – mata bermotif mencari akhirat.

Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang
penting, bahkan terkadang dianggap paling
penting. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, distribusi, seringkali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu antara mereka. Jawaban atas pertanyaan itu jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait
satu dengan yang lainnya, lebih jelasnya akan dibahas dalam isi makalah.

Etika Konsumsi dalam Islam
Konsumsi berlebih – lebihan, yang merupakan
ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan barang dengan cara yang salah, yakni, untuk menuju tujuan – tujuan yang terlarang seperti penyuapan, hal – hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta
secara berlebih – lebihan untuk hal – hal yangmelanggar hukumdalam hal seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, atau bahkan sedekah.
Ajaran – ajaran Islam menganjurkan pada
konsumsidan penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara kekikiran dan pemborosan. Konsumsi diatas dan melampaui tingkat moderat (wajar) dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.
Salah satu ciri penting dalam Islam adalah
bahwa ia tidak hanya mengubah nilai – nilai dan kebiasaan – kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan – tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas
Islam ini juga memiliki daya aplikatif terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzil. Dalam hukum (Fiqh) Islam, orang semacam itu seharusnya dikenai pembatasan – pembatasan dan, bila dianggap perlu,dilepaskan dan dibebaskan dari tugas mengurus harta
miliknya sendiri. Dalam pandangan Syari’ah dia seharusnya diperlukan sebagai orang yang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.
Model Keseimbangan Konsumsi Islam
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi
Islamdidasarkan pada prinsip keadilan distribusi.
Jika tuan A mengalokasikan pendapatannya
setahun hanya untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang nbelum dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia hanya bertindak untuk jalannya diakhirat nanti.
Secara sederhana Metwally (1995: 26-23) telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perumusan keseimbangan konsumsi Islami.
Dimana :
S : Sedekah
H :  Harga barang dan jasa
BR : Barang
JS : Jasa
Z : Zakat (25%)
P : Jumlah pendapatan

Batasan Konsumsi Dalam Syari’ah Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yang dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap – sikap terhadap sesama
manusia, sumberdaya, dan ekologi. Keimanan
sangat mempengaruhi sifat kuantitas, dan kulitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan materil maupun spiritual. Dalam konteks inilah kita dapat berbicara tentang bentuk – bentuk halal dan haram, pelarangan terhadap israf , pelarangan terhadap bermewah – mewahan dan bermegah – megahan, konsumsi sosial, dan aspek – aspek
normatif lainnya. Kita melihat batasan konsumsi dalam Islam sebagaimana diurai dalam Alqur’an surah Al-Baqarah [2]: 168 -169 : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan; karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.
Sesungguhnya setan hanya menyuruh kamu
berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
Sedangkan untuk batasan terhadap minuman merujuk pada firman Allah dalam al qur’an surah Al-Maidah[5] : 90 :
Hai orang – orang yang beriman, sesungguhnya (minuman khamer, berjudi,(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan – perbuatan itu agar kamu beruntung.

Ketentuan Islam Dalam Konsumsi.

Konsumsi adalah permintaan sedangkan
produksi adalah penyediaan. Kebutuhan konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif pokok bagi kegiatan – kegiatan ekoniminya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya. Hal ini berarti pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting dan hanya para
ahli ekonomi yang mempertunjukkan
kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip produksi dan konsumsi. Perbedaan antara ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatan dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata – mata
dan pola konsumsi modern. Islam berusaha
mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini.

PERILAKU KONSUMEN MUSLIM.
Dalam bidang konsumsi, Islam tidak
menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia dapat meliputi ; keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak
ditengah – tengah ( moderity) dan sederhana ( simpelicity). Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan melakukan dengan cara rasional. isharf dilarang dalam al – Qur’an. Tabzir berarti membelanjakan uang ntuk sesuatu yang dilarang menurut hukum Islam.
Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah swt.
Dasar Hukum prilaku konsumen Hasan sirry menyatakan bahwa sumber hukumkonsumsi yang tercactum dalam Al-Qur’an adalah,
Artinya:
Makanlah dan minumlah,namun janganlah berlebih – lebihan, Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang – orang berlebih – lebihan.
Sumber yang berasal dari Hadits Rasul adalah, Abu Said Al – Chodry r.a. berkata: ketika kami dalam bepergian bersama Nabi saw. Mendadak datang seseorang berkendara, sambil menoleh kekanan kekiri seolah – olah mengharapkan bantuan makanan, maka bersabda Nabi: “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantu kepada yang tidak berbekal.”
Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari
kebutuhan hajatnya.. Hubungan Konsumsi, Investasi, dan Tabungan
1. Konsumsi dan Pendapatan
Perbedaan yang terjadi dalam fungsi konsumsi seorang muslim dengan non
muslim akan berpengaruh pada fungsi lain seperti fungsi Tabunngan dan Investasi. Hal ini disebabkan karena dalam fungsi konsumsi perilaku konsumen muslim dipengaruhi adanya keharusan pembayaran zakat dalam konsep pendapatan optimum serta adanya larangan pengambilan riba
dalam transaksi apapun termasuk konsumsi, investasi dan tabungan.
Pendapatan yang siap dibelanjakan seorang muslim akan berbeda dengan bukan muslim, sebab terdapat zakat. Pendapatan seseorang yang telah memenuhi syarat akan dikenakan zakat sebesar 2,5%. Seseorang
biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan beragam motif, antara lain: Untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan,
Untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi dimasa depan, Untuk mengakumulasikan kekayaan,.
Demikian pula, seseorang akan mengalokasikan dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkannya pada sector produktif. Secara sederhana, alokasi pendapatan seorang muslim akan dapat diformulasikan sebagai berikut:
Y−z=C+S+I
Dimana:
Y    : pendapatan
Ct   : konsumsi
S     : tabungan
I      : investasi
Z     : zakat

Ajaran agama Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi. Rasulullah SAW bersabda, “ Kamu lebih baik meninggalkan anak keturunanmu kaya daripada miskin dan bergantung kepada belas kasih orang lain” (HR. Bukhari-Muslim).
1. Konsumsi dan Tabungan
Alokasi anggaran (pendapatan) untuk konsumsi total berbanding terbalik (negatif) dengan tabungan. Semakin tinggi konsumsi berarti semakin kecil tabungan dan sebaliknya semakin besar tabungan akan
menguragi tingkat konsumsi. Untuk mencapai tingkat kepuasan yang optimal
sesuai dengan tujuan maslahah, maka seorang muslim akan mencari kombinasi yang tepat antara tingkat konsumsi dan tingkat tabungan. Dampak yang dapat dianalisa dari penerapan zakat dan larangan riba pada
konsumsi dan tabungan antara lain:
1. Zakat dikenakan atas total pendapatan atau harta yang menganggur ( idle
capacity ) yang kurang atau tidak produktif bagi seorang muzakky . Hal ini
berdampak pada peningkatan nilai konsumsi dan penurunan nilai tabungan.
2. Pelarangan praktek riba dalam setiap transaksi ekonomi juga akan berdampak pada berkurangnya jumlah konsumsi yang dibiayai oleh bunga tapi hanya bersifat sementara karena dialihkan kebentuk konsumsi lain.
3. Penerapan zakat bagi mustahiq akan berdampak pada peningkatan pendapatan dari perolehan zakat, sehingga peningkatan ini akan mempengruhi pula pada peningkatan konsumsi mereka, dan bahkan dapat dikatakan meningkatkan tabungan mereka. Dari gambaran diatas, diasumsikan bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk menghindar dari zakat. Sehingga ada beberapa pilihan bagi seseorang yang mempunyai tingkat pendapatan tertentu untuk mengambil tindakan.
1. Konsumsi dan Investasi
Berpijak pada asumsi bahwa harta yang digunakan untuk transaksi tabungan
dianggap sebagai harta yang menganggur. Keadaan yang mungkin terjadi dengan penerapan zakat dan larangan riba terhadapfungsi konsumsi dan investai adalah sebagai
berikut:
1. Penerapan zakat atas aset yang kurang atau bahkan tidak produktif berpengaruh pada peningkatan konsumsi dan investasi.
2. Pelarangan atas riba akan berdampak bagi seorang pelaku ekonomiuntuk
mengalokasikan anggarannya lebih kepada bentuk investasi dan bukan tabungan yang mengandung bunga.
3. Dengan peningkatan konsumsi masing- masing individu akan menimbulkan
kenaikan konsumsi secara nasional. Melihat paparan di atas sungguh
merupakan suatu kondisi yang diharapkan oleh setiap masyarakat dimana pertumbuhan ekonomi meningkat dengan adanya kesempatan kerja yang ada serta menurunnya angka kemiskinan.

Sumber: http://
ihsanamirul.blogspot.com/2012/06/teori-
konsumsi-dalam-ekonomi-islam.html